TRANSITIVITAS TEKS RITUAL GASAKDA MASYARAKAT ADAT ALOR (TRGMAA)
Oce A. Langkameng
Universitas PGRI NTT
ABSTRAK
Artikel penelitian ini mengkaji transitivitas teks ritual gasakda masyarakat adat Alor (TRGMAA).
Pengkajian dilakukan dengan menggunakan teori Linguistik Sistemik Fungsional.
Data dikumpulkan dengan metode observasi dan wawancara yang disertai dengan
teknik rekam dan pencatatan dokumen. Selanjutnya data dianalisis dengan
prosedur: (1) mentranskripsi dan memverifikasi data, (2) modifikasi teks, dan
(3) analisis transitivitas. Hasil analisis menunjukkan bahwa proses material
mencapai jumlah terbanyak, yakni sebesar 232 (42%). Kemudian diikuti oleh
proses relasional sebanyak 108 (19%), proses mental sebanyak 84 (15%), proses
perilaku sebanyak 63 (11%), proses eksistensial sebanyak 40 (7%), dan proses
verbal sebanyak 33 (6%). Berdasarkan persentase tipe proses di atas, dapat di
simpulkan bahwa teks ritual gasakda merupakan
teks prosedural yang difokuskan pada tindakan atau kejadian.
Kata Kunci: Transitivitas, Ritual Gasakda
ABSTRACT
This article investigates the transitivity of gasakda (the old person death) ritual text of Alor traditional
community. This study was conducted by using Systemic Functional Linguistics
theory. The data were collected by observation and interview method especially
by recording techniques. Then, the data were analyzed by using the following
procedures: (1) transcription and verification of the data, (2) modifying the
text, and (3) analyzing the transitivity. The results showed that material
process achieved the greatest number of quantity. It was about 232 (42%),
relational process was about 108 (19%), mental process was about 84 (15%),
behavioural process was about 63 (11%), existential process was about 40 (7%),
and verbal process was about 33 (6%). Based on the percentage of process types
above, it can be concluded that the gasakda
(the old person death) ritual text of Alor traditional community was the
procedural text which focused on the action or activity.
Keywords: Transitivity, Gasakda Ritual
PENDAHULUAN
Bahasa
merupakan suatu fakta sosial (language is
a social fact). Sebagai fakta (realitas) sosial, bahasa digunakan
masyarakat penuturnya untuk berkomunikasi dan berinteraksi dalam konteks
situasi dan konteks budaya dalam suatu lingkungan.
Menurut
Halliday, jalan menuju pemahaman bahasa terletak dalam kajian teks. Teks dimaknai
secara dinamis, yakni sebagai bahasa
yang berfungsi. Kata berfungsi memiliki makna bahwa bahasa sedang
melaksanakan tugas tertentu dalam konteks dan
merupakan salah satu aspek dari proses sosial (Halliday
dan Hasan, 1985: 5, 1989: 13).
Teks
ritual gasakda (kematian) dalam
masyarakat adat Alor merupakan fenomena kebahasaan dan bagian dari proses
sosial yang sangat menarik dan penting untuk dikaji dari sudut pandang
linguistik, khususnya dari kajian Linguistik Sistemik Fungsional (untuk
selanjutnya LSF).
Banyak
aspek di dalam teks tersebut yang dapat diangkat dan dipersoalkan, yakni mulai
dari pertemuan keluarga (tonih getawom “duduk omong”), jalan adat ke rumah paman (ya lasting
“pergi berdiri”),
menumbuk padi (teling
bai), pemakaman (katai
sen “kubur mayat”) dan pembagian
barang-barang yang tersisa kepada keluarga terdekat (tabiah gauk “lipat kain”). Seluruh tahapan prosesi tersebut menghasilkan
teks, dan setiap teks yang ada memiliki struktur teks. Jika tiap-tiap teks
dirangkai menjadi satu kesatuan utuh, maka terbentuklah teks ritual gasakda (kematian) secara lengkap yang juga
memiliki struktur tersendiri.
Penelitian
ini difokuskan pada transitivitas teks ritual gasakda (kematian) masyarakat adat Alor. Transitivitas berkaitan realisasi
pengalaman linguistik pemakai bahasa.
Unit
pengalaman yang sempurna direalisasikan dalam klausa yang terdiri atas (1)
proses, (2) partisipan, dan (3) sirkumstan. Proses yang menuju pada aktivitas
yang terjadi dalam klausa (Verba).
Partisipan adalah orang atau benda yang terlibat dalam proses tersebut.
Sirkumstan merupakan lingkungan tempat proses yang melibatkan partisipan
terjadi. Karena inti pengalaman adalah proses, maka dalam tataran klausa,
proses menentukan jumlah dan kategori partisipan. Selain itu, proses menentukan
sirkumstan secara tak langsung dengan tingkat probabilitas.
Berdasarkan latar pikir di atas, masalah yang akan dibahas dalam artikel ini adalah
bagaimanakah sistem transitivitas teks ritual gasakda masyarakat adat Alor?
METODE
PENELITIAN
Penelitian ini mengikuti alur berpikir fenomenologi yang bersifat
kualitatif sebab kerja penelitian dapat dilakukan secara fleksibel dengan
mengikuti gerak atau alur suatu fenomena. Penelitian ini diadakan di Kabupaten Alor Provinsi
Nusa Tenggara Timur (NTT). Sementara itu, BK sebagai salah satu bahasa daerah yang ada di Kabupaten Alor
dengan jumlah penuturnya mencapai 20.764 (Badan Pusat Statistik Kabupaten Alor,
2010). BK digunakan oleh penuturnya
yang berada di tiga Kecamatan yakni; Kecamatan Alor Timur Laut (ATL),
Alor Selatan (AS), dan Kecamatan Lembur.
Proses ritual gasakda (kematian) ini
difokuskan pada kecamatan Alor Timur Laut (ATL).
Data
primer penelitian ini berupa data bahasa lisan dan bahasa tulis. Data lisan
berupa tuturan lisan prosesi ritual gasakda
(kematian) dari tahap awal sampai tahap akhir dan bahasa tulisan diperoleh
dari tata ibadah pemakaman umat kristiani yang merupakan salah satu tahapan
dari gasakda yakni, katai sen “kubur mayat”. Selanjutnya,
data primer yang kedua adalah informasi yang diperoleh dari informan. Sementara
itu, sumber data yang merupakan data skunder dari penelitian ini diperoleh
dari buku-buku dan beberapa penelitian yang terkait dengan BK. Dengan demikian, data transitivitas
dikumpulkan dengan metode simak (observasi) dan wawancara dengan menggunakan
teknik rekam dan pencatatan dokumen. Data kemudian dianalisis dengan prosedur
sebagai berikut: (1) mentranskripsi dan memverifikasi data, (2) memberikan penandaan dan (3) analisis transitivitas berdasarkan teori LSF model Halliday (Halliday, 2004;
Eggins 1994).
PEMBAHASAN
Konsep Transitivitas
Transitivitas adalah sistem
gramatikal struktur klausa yang merealisasikan makna ideasional/eksperiensial. Sistem
ini dapat digambarkan sebagai “siapa melakukan sesuatu kepada
siapa, kapan, di mana, mengapa atau bagaimana berfungsi” (Lih. Halliday, 2004).
Istilah transitivitas
merupakan konsep semantik karena berupaya menjelaskan atau memaparkan makna
pengalaman linguistik (fungsi eksperiensial). Pilihan transitivitas berkaitan
erat dengan dimensi medan teks.
Struktur transitivitas pada sebuah
kalusa meliputi tiga konstituen, yakni; proses, partisipan, dan sirkumstan. Unsur
proses direalisasikan oleh grup verbal dari klausa dan unsur partisipan
direalisasikan dalam grup nominal. Sementara unsur sirkumstan direalisasikan
dalam grup adverbial dan frasa preposisi (Eggins, 1994:229). Proses merupakan bagian
utama dalam transitivitas. Sementara itu, partisipan dan sirkumstan hadir
sesuai kebutuhan perbuatan, kejadian, dan keadaan (proses). Berikut ini adalah
unsur proses yang digunakan pada ritual gasakda
masyarakat adat Alor.
Tabel 1. Transitivitas dalam TRGMAA
Tipe
Proses
|
TRG I
|
TRG II
|
TRG III
|
Proses material
|
118
|
132
|
123
|
Proses mental
|
30
|
40
|
38
|
Proses perilaku
|
19
|
24
|
32
|
Proses verbal
|
15
|
18
|
15
|
Proses relasional
|
46
|
52
|
57
|
Proses
eksistensial
|
38
|
44
|
42
|
Jumlah
|
266
|
310
|
307
|
Jumlah Klausa
|
266
|
310
|
307
|
Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa
masing-masing TRG menggunakan proses yang berbeda-beda. Transitivitas TRGMAA didominasi oleh proses
material. Kemudian, diikuti oleh proses relasional, eksistensial, mental,
perilaku, dan verbal. Berikut ini disajikan persentase pemakaian proses dalam
TRG secara keseluruhan.
Tabel 2. Persentase
pemakaian proses dalam TRGMAA
Peringkat
|
Proses
|
Jumlah
|
%
|
I
|
Proses material
|
373
|
42
|
II
|
Proses relasional
|
155
|
17
|
III
|
Proses
eksistensial
|
124
|
14
|
IV
|
Proses mental
|
108
|
12
|
V
|
Proses perilaku
|
75
|
8
|
VI
|
Proses verbal
|
48
|
5
|
Jumlah
|
883
|
100%
|
Persentase
jumlah proses yang tertera pada tabel 2 diatas memberikan petunjuk bahwa
penggunaan proses material pada TRGMAA menduduki peringkat teratas dengan
jumlah 373 (42%). Urutan kedua diduduki oleh proses relasional dengan jumlah
155 (17%). Selanjutnya, diikuti oleh proses eksistensial yang berjumlah 124
(14%), proses mental berjumlah 108 (12%), proses perilaku berjumlah 75 (8%), dan
proses verbal berjumlah 48 (5%). Berikut ini adalah data dari setiap tipe proses yang
digunakan dalam TRGMAA.
Ciri Semantik Unsur Proses dalam TRG
Proses
Material
Proses material adalah proses yang menggambarkan
seseorang melakukan sesuatu (process of
doing ) atau terjadinya sesuatu (happening)
tindakan yang nyata. Proses ini paling banyak digunakan pada setiap tahapan dalam TRG mulai dari tonih getawow sampai pada tabiah gauk. Dengan demikian, dapat
diinterpretasikan bahwa teks ini merupakan teks prosedural yang difokuskan pada tindakan atau
kejadian karena setiap partisipan yang terlibat dalam ritual gasakda berusaha untuk memberikan bentuk
pelayanan untuk terkahir kalinya kepada almarhum.
Pada umumnya proses material memiliki dua partisipan,
yakni partisipan I disebut actor dan
partisipan II disebut goal. Actor
adalah orang atau benda yang melakukan aksi atau tindakan. Sementara itu, goal merupakan orang atau benda yang
menerima proses atau dengan kata lain tempat dimana proses ditujukan.
Proses material digunakan secara beragam TRG.
Keberagaman tersebut tampak dengan hadir atau tidaknya unsur partisipan dan
sirkumstan yang diikat oleh proses berdasarkan konteks di dalam setiap klausa.
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dalam data berikut ini.
1.an bang te nal
me’ya nepa ge ariala sue ge’ne ge’kate (TRG 3, No 20)
an
bangte
|
nal
|
me’ya
|
nepa
ge ariala
|
sue
ge’ne ge’kate
|
itu yang
|
saya
|
bawa kasi
|
saya punya bapak punya tamu
|
datang dia makan minum
|
Goal
|
Actor
|
Pr: Material
|
Recipient
|
Circ: Cause
|
(itu yang saya bawakan untuk makan
minum tamunya bapak yang datang melayat)
|
2.nal itolinga me’en (TRG 3, No. 7)
nal
|
itolinga
|
me
|
en
|
saya
|
bagianmu
|
kasi
|
kamu
|
Actor
|
Goal
|
Pr: Material
|
Recipient
|
(saya memberikan kamu bagian/jatahmu)
|
Kedua klausa di atas terlihat berbeda dari segi
strukturnya. Unsur proses pada contoh 1 dapat menghadirkan partisipan dan
sirkumstan yang menyatakan alasan (cause)
untuk memberikan penjelasan tambahan terhadap informasi yang disampaikan.
Sementara unsur proses pada contoh 2 hanya menghadirkan partisipan saja dan
tidak menghadirkan unsur sirkumstans. Hadir dan tidaknya unsur sirkumstan pada
kedua klausa tersebut karena konteks yang melatarinya. Namun, kedua klausa di
atas juga memiliki jumlah partisipan yang sama, di mana unsur proses dari kedua
klausa tersebut dapat menghadirkan tiga partisipan.
Kata me’ya “kasi
datang” yang adalah verba serial dan kata me
“kasi/berikan” mampu menghadirkan partisipan
nal “saya” sebagai actor, partisipan anbang te “itu” dan itolinga
“bagian/jatahmu” sebagai goal, serta partisipan nepa
ge ariala “para tamu”, dan en
“kamu” sebagai recipient
atau penerima manfaat dari proses yang terjadi.
3.lamisakal siletei (TRG 1, No. 49)
lamisak
kal
|
si
|
letei
|
orang tua itu
|
kita
|
meninggalkan
|
Actor
|
Goal
|
Pr: Material
|
(orang tua itu meninggalkan kita)
|
4.bila tiba saatnya kutinggalkan dunia (TRG 1, No. 68)
bila
|
tiba
saatnya
|
ku
|
tinggalkan
|
dunia
|
Circ: location/time
|
actor
|
Pr: material
|
Goal
|
5.Tuhan sudah bri janjiNya (TRG 3, No. 70)
Tuhan
|
sudah
|
bri
|
janjiNya
|
actor
|
Pr: material
|
Range
|
Ketiga klausa di atas menunjukkan bahwa terdapat dua
partisipan yang dihadirkan oleh proses. Kata letei “meninggalkan” (contoh 3) tinggalkan
(contoh 4), dan bri (contoh 5)
merupakan unsur proses yang mengikat partisipan
lamisak “orang tua”, ku,
dan Tuhan, yang berperan sebagai actor. Namun, partisipan di mana proses ditujukan (goal) hanya untuk contoh 3 dan 4.
Sementara untuk contoh nomor 5 bukan goal,
tetapi disebut dengan range.
Partisipan ini merupakan perluasan dari proses. Hal ini dapat dibandingkan
dengan contoh klausa Kadek telah bri Ayu
uang. Pada klausa bri uang dan bri janji terlihat berbeda secara
semantik.
6.lammi, nepa silang sai
kapela midima (TRG 1, No.
14)
lammi,
|
nepa
|
silang sai
|
kapela
midima
|
paman,
|
bapak saya
|
turun tidur
|
ditempat tidur
|
Actor
|
Pr: Material
|
Circ: Loc
|
|
(paman, bapak saya sudah meninggal)
|
7.krung almang bai mi me’silang (TRG 1, No. 6)
krung
|
almang
bai mi
|
me’silang
|
wota
|
Gong pusaka
|
didalam gudang adat
|
kasi turun
|
pukul
|
Goal
|
Circ: Loc
|
Pr: Material
|
Circ: Cause
|
(turunkan gong pusaka dari gudang
untuk dipukul)
|
Pada kedua data di atas ditemukan bahwa unsur proses
dapat menghadirkan partisipan dan sirkumstan dalam klausa. Pada data tersebut
dapat dijelaskan pula bahwa hanya terdapat satu partisipan yang dihadirkan oleh
proses. Kata gasakdang “meninggal”
pada contoh No. 6 merupakan unsur proses yang mengikat partisipan nepa “bapak saya” sebagai actor. Sementara itu, pada contoh No. 7,
kata me’silang “kasi turun” yang adalah verba serial,
merupakan unsur proses yang mengikat partisipan krung “gong” sebagai goal dan terjadi pelesapan pada actor. Selanjutnya, unsur sirkumstan
yang dihadirkan oleh proses pun berbeda. Pada contoh no. 6, terdapat satu unsur
sirkumstan yang diwajibkan hadir dalam klausa, yakni sirkumstan yang menyatakan
tentang lokasi atau tempat, sementara pada contoh no. 7, terdapat dua unsur
sirkumstan, yakni unsur sirkumstan yang menyatakan tempat atau lokasi dan yang
menyatakan alasan atau sebab.
Proses
Relasional
Proses relasional menempati urutan
kedua dalam hal pemakainnya di dalam TRG. Proses relasional ini berkaitan dengan
hubungan
antara partisipan yang satu
dengan yang lain. Hubungan ini bisa bersifat memberikan atribut atau memberikan
nilai terhadap partisipan pertama.
Ada dua alasan yang dapat dijelaskan terkait dengan pemakaian proses relasional
dalam teks RTG yakni; pertama, untuk memberikan atribut atau nilai kepada
almarhum sebagai bentuk rasa duka cita yang mendalam dari keluarga. Kedua,
memberikan attribute atau nilai kepada Tuhan dalam konteks iman sebagai bentuk
penghiburan dan penguatan terhadap keluarga yang ditinggalkan.
Partisipan dalam proses
relasional atributif ialah carrier
dan attribute. Carrier
(pembawa) yaitu
partisipan yang diberi atribut, dan attribute
dapat berupa partisipan (yang direalisasikan dalam kata atau frasa benda),
keadaan atau sifat atau keberadaan. Sementara itu, partisipan dalam proses relasional identifikasi meliputi token dan value. Token adalah sesuatu yang diberi nilai. Sementara itu, value
adalah nilai sesuatu tersebut. Penjelasan
selanjutnya dapat dilihat dalam data berikut ini.
8.alak eng kulmi kang borang (TRG 2, No. 38)
alak
|
eng
|
kul mi
kang borang
|
engkau
|
adalah
|
paling baik dari semua
|
Carrier
|
Pr: Intensive
|
Attribute
|
(engkau adalah yang terbaik dari semua)
|
9.supaya kami juga menjadi setia dan teguh (TRG 1, No. 84)
supaya
|
kami
juga
|
menjadi
|
setia
dan teguh
|
Carrier
|
Pr: intensive
|
Attribute
|
10. Yesus adalah batu karang yang teguh (TRG 1, No. 72)
Yesus
|
adalah
|
batu
karang yang teguh
|
Token
|
Pr: Intensive
|
Value
|
11. kematian merupakan misteri yang sulit dipahami, (TRG 3, No. 17)
kematian
|
merupakan
|
misteri yang sulit dipahami
|
token
|
Pr: intensive
|
value
|
12. karena Engkaulah yang empunya kuasa sampai selama-lamanya (TRG 1, No. 221)
karena
|
Engkaulah
yang
|
empunya
|
kuasa
|
sampai
selama-lamanya
|
Token/possessor
|
Pr: Intensive
|
Value
|
Circ: Extent
|
13. serangan itu tidak membuat dia menjadi gentar (TRG 2,
No. 198)
serangan itu
|
tidak membuat
|
dia
|
Menjadi
|
gentar
|
Agen/attributor
|
Pr:
Causative
|
Carrier
|
Pr:
Intensive
|
Attribute
|
Contoh No. 8-13 menunjukkan proses relasional. Pada contoh 8
dan 9 merupakan proses relasional atributif. Kata eng “adalah” dan menjadi adalah
unsur proses yang menghadirkan partisipan engkau
dan kami berfungsi sebagai carrier atau pembawa untuk diberikan atribut. Contoh 10 dan 11 merupakan proses relasional
identifikasi, di mana kata adalah dan
merupakan
berfungsi sebagai token untuk
diberikan nilai. Selanjutnya dapat
dijelaskan pula bahwa proses relasional dapat menunjukkan hubungan kausatif dan
posesif. Hal ini dapat diamati dalam data nomor 12 dan 13. Kata empunya pada contoh 12 merupakan unsur
proses yang menunjukkan kebermilikan (possession).
Unsur proses ini menghadirkan partisipan Engkau
yang merujuk kepada Tuhan sebagai pemilik (possessor) kuasa dan partisipan kuasa berfungsi sebagai nilai atau value yang merupakan termilik (possessed).
Selanjutnya, pada contoh 13, menunjukkan hubungan kausatif. Unsur kausatif ini
dinyatakan lewat kata tidak membuat dengan
menghadirkan partisipan serangan itu (agen/attributor)
sebagai sebagai inisiator atau yang menyebabkan partisipan dia (carrier) memperoleh
atribut.
Proses
Eksistensial
Proses eksistensial menempati urutan
ketiga dalam hal pemakainnya di dalam TRG Proses ini merupakan proses yang
menunjukkan adanya sesuatu. Apabila dihubungkan dengan TRG, keberadaan yang
dimaksud menyangkut kejadian, keadaan tempat, eksistensi diri dari sang Tuhan
dalam kehidupan manusia, serta eksistensi diri dari masing-masing keluarga,
baik itu keluarga duka maupun kerabat lainnya yang turut berduka. Untuk penjelasan lebih lanjut dapat dilihat dalam data
berikut ini.
14. nepa ela, lamisak ako ma’tta (TRG 1, No. 1)
nepaela,
|
lamisak
|
ako
|
m’atta
|
paman,
|
orang tua
|
ada
|
sakit
|
Existent
|
Pr: Existential
|
Circ: Matter
|
|
(paman, orang
tua ada sakit)
|
15. ada kebangkitan orang mati di seberang
kematian (TRG 2, No. 51)
ada
|
kebangkitan
orang mati
|
di seberang
kematian
|
Pr:
Existential
|
Existent
|
Circ:
Loc
|
16. lahir dari anak dara Maria (TRG 2, No. 232)
lahir
|
dari
anak dara Maria,
|
Pr: Existential
|
Existent
|
17. Ansak ye a sai ne gona (TRG 1, No. 23)
Ansak ye a sai
|
ne
|
gona
|
ansak
punya padi lumbung
|
saya
|
tidak
ada
|
Existent
|
Pr:
Existential
|
|
(saya tida
ada/punya padi lumbungnya Ansak)
|
Contoh 14-17 menunjukkan struktur yang berbeda.
Perbedaan struktur tersebut dapat diketahui dari dihadirkan atau tidaknya unsur
sirkumstans oleh proses. Unsur proses pada contoh 14 dan 15 dapat menghadirkan
unsur sirkumstans yang masing-masing unsur tersebut menyatakan tentang hal dan
lokasi, sementara itu pada contoh 16 dan 17 unsur sirkumstans tidak dihadirkan
dalam klausa. Namun, keempat klausa tersebut memiliki jumlah partisipan yang
sama, yakni hanya satu partisipan yang dinamakan existent. Unsur proses ako “ada”,
ada, lahir, dan gona “tidak
ada” dapat menghadirkan partisipan lamisak “orang tua”, kebangkitan orang mati, dari
anak dara Maria, dan Ansak ye a sai “Ansak punya padi lumbung” yang berfungsi sebagai existent.
Proses
Mental
Proses
mental menempati urutan ketiga dalam hal pemakainnya di dalam TRG. Hal ini mudah
dipahami karena teks ini merupakan teks kematian yang mana banyak partisipan yang melibatkan perasaan duka ketika menciptakan
teks. Proses mental merupakan proses
berpikir (kognitif), mengindera (perseptif), dan merasa (afektif). Proses
mental kognitif berkaitan dengan penggunaan otak, seperti berpikir, memahami.
Proses mental perseptif bertalian dengan penggunaan indera untuk berproses,
seperti melihat, mendengar, merasa dengan (lidah, dan kulit), sedangkan proses
mental afektif berhubungan dengan perasaan atau hati, seperti mencintai,
membenci, menyukai, tidak suka.
Partisipan
proses mental ada dua, yaitu pengindera
(senser) dan fenomena (phenomenon). Pengindera (senser) adalah orang yang berpikir atau yang
mengindera, atau yang merasa, sedangkan yang dipikir
atau yang dirasa atau yang diindera disebut fenomena (phenomenon). Penjelasan selanjutnya dapat dilihat dalam data
berikut ini.
18. dengan nasihat-Mu Engkau menuntun aku (TRG 1, No. 80)
dengan
nasihatMu
|
Engkau
|
menuntun
|
Aku
|
Circ: manner
|
senser
|
Pr: mental
|
phenomenon
|
19. esul eking kang pang bei ni
yopan sina le (TRG 2, No. 35)
esul
eking kang pang bei
|
ni
|
yopan
sina le
|
budi baik, hati baik kamu itu
|
kami
|
tidak lupa
|
Phenomenon
|
Senser
|
Pr: Mental
|
(kami tidak melupakan kebaikanmu)
|
Pada kedua klausa di atas tampak bahwa unsur proses pada
klausa nomor 18 dapat menghadirkan unsur partisipan dan sirkumstan, sementara
itu pada contoh 19 hanya terlihat unsur partisipan saja yang dihadirkan oleh
proses. Namun, kedua klausa tersebut memiliki jumlah partisipan yang sama,
yakni senser dan phenomenon. Kata menuntun dan yopan sina le “tidak
lupa” merupakan unsur proses yang masing-masing menghadirkan partisipan Engkau dan ni
“kami”, berfungsi
sebagai senser dan juga
partisipan aku dan
esul eking kang pang bei “kebaikanmu”,
sebagai phenomenon.
Selain menghadirkan dua partisipan, dalam konteks
tertentu proses mental hanya dapat menghadirkan satu partisipan saja. Dengan
demikian, dapat terjadi pelesapan pada salah satu partisipan, misalnya
melesapkan senser (lih. data No 20
dan 21) atau melesapkan phenomenon
(lih. Data No 22 dan 23).
20. dan merenungkan Firman kebenaranMu (TRG 1, No. 113)
dan
|
merenungkan
|
Firman
kebenaranMu
|
Pr: Mental
|
Phenomenon
|
21. kasihNya dirasakan amat penuh (TRG 1, No. 206)
kasihNya
|
dirasakan
|
amat
penuh
|
Phenomenon
|
Pr: Mental
|
Circ: Manner
|
22. didekat-Mu, aku merasa seperti hewan (TRG 1, No. 77)
di
dekatMu
|
aku
|
merasa
|
seperti
hewan
|
Circ: Loc
|
Senser
|
Pr: Mental
|
Circ: Matter
|
23. bagi kami yang mendengar TRG 3, No. 118)
bagi
|
kami
yang
|
mendengar
|
Senser
|
Pr: Mental
|
Contoh 20-23 menunjukkan terjadinya pelesapan pada
salah satu partisipan dari proses mental. Kata merenungkan dan dirasakan (no.
20 dan 21), merupakan unsur proses yang menghadirkan partisipan Firman kebenaranMu dan kasihNya yang berfungsi sebagai phenomenon. Terjadinya pelesapan
partisipan yang berperan sebagai senser tersebut tidak mempengaruhi makna dari
informasi yang disampaikan. Contoh 20 merupakan
klausa aktif dan pelesapan dilakukuan hanya untuk menghidari adanya
pengulangan pada senser karena telah
disebutkan sebelumnya. Sementara itu, contoh 21, merupakan bentuk klausa pasif
sehingga kehadiran partisipan yang berfungsi sebagai senser bersifat opsional. Selanjutnya, pada contoh 22 dan 23, kata merasa dan mendengar merupakan unsur proses. Unsur ini menghadirkan partisipan
aku dan kami yang berfungsi sebagai senser.
Terjadinya pelesapan pada phenomenon semata-mata
hanya dikarenakan pada konteks yang melatarinya dan tidak mempengaruhi makna
dari informasi tersebut.
Proses
Perilaku
Proses
perilaku yang secara semantik merupakan
gabungan atau perpaduan antara
proses mental dan proses material.
Proses ini mengekspresikan bentuk tindakan yang
berhubungan dengan psikologi para pelibat teks. Terkait dengan penggunaannya di
dalam TRG, proses ini juga banyak digunakan oleh para partisipan dalam
menciptakan teks, sehingga proses ini menempati urutan keempat terbanyak. Hal
ini dapat dipahami karena TRG merupakan peristiwa duka sehingga banyak melibatkan tindakan atau
perilaku yang berhubungan dengan psikologi atau mental dari para partisipan.
Sebagian besar proses perilaku hanya memiliki satu partisipan
yang sifatnya wajib hadir dan dinamakan behaver.
Dari pernyataan ini, dapat dimunculkan pertanyaan bahwa apakah proses perilaku
hanya bisa menghadirkan atau mengikat satu partisipan saja? Pertanyaan tersebut
dapat terjawab berdasarkan data berikut ini.
24. indahnya saatnya kita jumpa di kota permai (TRG 1, No. 102)
indahnya
|
saatnya
|
kita
|
jumpa
|
di
kota permai
|
Circ: Extent
|
Behaver
|
Pr: Behavioural
|
Circ: Loc
|
25. kita berbahagia karena segala perbuatan
kita menyertai kita (TRG 3, No. 216)
kita
|
berbahagia
|
karena segala perbuatan kita menyertai
kita
|
Behaver
|
Pr:
Behavioural
|
Circ: Cause
|
26. nal maonong gafah te (TRG 1, No. 27)
nal
|
maunong
|
gafah
|
Te
|
saya
|
selimut
maunong
|
cari
|
Dulu
|
Behaver
|
Phenomenon
|
Pr:
Behavioural
|
|
(saya cari
selimut maunong dulu)
|
27. namun hidup kekal akan menghibur kita
namun,
|
hidup
kekal
|
akan
|
menghibur
|
kita
|
Behaver
|
Pr: Behavioural
|
phenomenon
|
Data no. 24 dan 25 menunjukkan bahwa unsur proses
dapat menghadirkan unsur partisipan dan sirkumstan yang menyatakan tentang
lokasi dan sebab atau alasan. Kata jumpa dan
berbahagia merupakan unsur proses dan
masing-masing menghadirkan satu partisipan yakni kita yang berfungsi sebagai behaver.
Namun,
pada contoh 26 dan 27 terlihat bahwa proses ga’fah
“cari” dan menghibur dapat
menghadirkan dua partisipan. Sehingga partisipan pertama dinamakan behaver dan partisipan kedua disebut
sebagai phenomenon. Selain itu, ditemukan juga bahwa proses
perilaku juga memiliki sebuah partisipan yang disebut sebagai jangkauan atau
perluasan dari proses. Bilamana dalam proses material terdapat range yang merupakan perluasan dari
proses (restatement of process), maka
proses perilaku juga memiliki partisipan behavior
yang adalah perluasan dari proses. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh data
berikut ini.
28. dan orang-orang yang bernapaskan kelaliman (TRG 2, No. 184)
dan
|
orang-orang
yang
|
bernapaskan
|
kelaliman
|
Behaver
|
Pr:
Behavioural
|
Behaviour
|
29. kami menikmati pemberian hidup (TRG 3, No. 104)
kami
|
menikmati
|
pemberian hidup
|
Behaver
|
Pr: Bahvioral
|
Behaviour
|
Data no. 28 dan 29 di atas dapat dijelaskan bahwa
terdapat dua partisipan yang dihadirkan oleh proses. Partisipan yang pertama
masing-masing diperankan oleh orang-orang dan kami, disebut sebagai behaver.
Sementara itu, partisipan kedua yang diperankan oleh kelaliman dan pemberian hidup
bukan sebagai phenomenon, melainkan disebut sebagai behavior. Hal tersebut sangat beralasan
karena partisipan ini bukan sebagai tindakan psikologis yang ditujukan oleh
proses, melainkan perluasan dari proses itu sendiri. Secara semantis, proses bernapaskan pada contoh 28 memiliki
makna mengandung atau memiliki sifat kelaliman
dan bukan mengeluarkan napas seperti pada klausa ikan hiu bernapaskan paru-paru. Selanjutnya pada contoh 29, secara
semantis akan terlihat berbeda antara klausa menikmati pemberian hidup dan menikmati
semangkuk sup buntut.
Proses
Verbal
Proses
verbal adalah proses yang menggunakan tindakan dalam bentuk verbal (saying) yang sering direalisasikan dengan berkata, bertanya,
menceritakan. TRG merupakan sebuah teks yang sangat bervariasi karena adanya
perpaduan antara teks lisan dan tulisan dalam tahapannya. Walaupun sebagian TRG
menggunakan sarana lisan, namun proses verbal menunjukkan persentase yang
sangat kecil berkaitan dengan penggunaannya dalam TRG. Hal ini dapat dipahami
bahwa dalam peristiwa duka, setiap keluarga telah mengetahui apa yang harus
mereka lakukan sehingga aktifitas dapat berjalan dengan lancar tanpa banyak
pertanyaan ataupun penjelasan.
Proses verbal secara khas terdiri atas tiga partisipan,
yakni: sayer, receiver dan verbiage. Sayer adalah partisipan yang bertanggung jawab dalam proses verbal.
Reciever adalah partisipan yang
menjadi tujuan proses verbal ditujukan. Verbiage
adalah pernyatan nominal dari proses verbal. Perhatikan data berikut ini.
30. Allah Bapak Yang Maha Kuasa memanggil
saudara kita ini dari kehidupan didunia ini, (TRG 2,
No. 9)
Allah Bapak yang Maha Kuasa
|
memanggil
|
saudara
kita ini
|
dari
kehidupan di dunia
|
Sayer
|
Pr: verbal
|
receiver
|
Verbiage
|
31. mat, gallomung bo kila same taweng simi
tasama ba (TRG 1, No. 1)
mat,
|
gal
|
lomung
bo
|
kila
same taweng simi tasama ba
|
tetapi
|
Dia
|
omong bilang
|
turun-temurun kita tetap baku sayang
|
Sayer
|
Pr: Verbal
|
Verbiage
|
|
(tetapi, engkau mengatakan bahwa turun
temurun kita harus tetap saling menyayangi)
|
32. namun, hidup kekal yang dijanjikan
kepada kita (TRG 1, No. 4)
namun,
|
hidup
kekal yang
|
dijanjikan
|
kepada
kita
|
Verbiage
|
Pr: verbal
|
Receiver
|
33. Aku memuji Tuhan (TRG 2, No. 12)
aku
|
memuji
|
Tuhan
|
sayer
|
Pr: verbal
|
receiver
|
34. dijanjikan perhentian dirumah yang baka (TRG 1, No. 5)
dijanjikan
|
perhentian
|
di
rumah yang baka
|
Pr: Verbal
|
Verbiage
|
Circ: Loc
|
35. Firman Tuhan yang menguatkan hati kita
telah diberitakan (TRG 2, No. 10)
Firman
Tuhan yang menguatkan hati kita
|
telah
|
telah
diberitakan
|
Verbiage
|
Pr: Verbal
|
Contoh 30 - 35
di atas tampak bahwa partisipan yang dihadirkan oleh proses verbal sangat
bervariasi. Pada contoh 30, proses verbal memanggil
mampu menghadirkan tiga partisipan dalam klausa. Partisipa I adalah Allah Bapak yang Maha
Kuasa yang berfungsi
sebagai sayer, diikuti oleh receiver (saudara kita ini) sebagai partisipan kedua, dan partisipan ketiga adalah dari kehidupan di dunia yang berfungsi sebagai verbiage.
Selanjutnya, contoh 31-33 menunjukkan bahwa proses
verbal menghadirkan dua partisipan dalam setiap klausa. Proses lomung bo
“omong bilang” pada contoh 31 menghadirkan gal “dia” sebagai sayer (I) dan kila
same taweng simi tasama ba “turun-temurun
kita tetap baku sayang” sebagai verbiage (II) dan terjadi pelesapan pada
receiver. Pada contoh 32 tampak ada
pelesapan pada sayer. Proses dijanjikan dapat mengikat partisipan hidup kekal yang
sebagai verbiage
dan partisipan kepada
kita sebagai receiver. Contoh 33, kata memuji menghadirkan aku sebagai sayer (I) dan
Tuhan sebagai receiver (II) dan terjadi pelesapan pada verbiage.
Sementara itu, pada contoh 34 dan 35 hanya terdapat
satu partisipan yang dihadirkan oleh proses verbal dalam setiap klausa. Kata dijanjikan dan diberitakan yang adalah proses verbal hanya menghadirkan partisipan
perhentian dan Firman Tuhan yang
menguatkan hati kita sebagai verbiage sedangkan sayer dan receiver dilesapkan.
SIMPULAN
1)
Transitivitas merupakan konsep semantik karena berupaya menjelaskan atau
memaparkan makna pengalaman linguistik (fungsi eksperiensial). Transitivitas
berpusat pada unsur proses, dengan demikian proses merupakan bagian utama dalam
transitivitas. Sementara itu, partisipan dan sirkumstan hadir sesuai kebutuhan dari
proses.
2)
Teks ritual gasakda masyarakat
adat Alor (TRGMAA) merupakan teks prosedural yang difokuskan
pada tindakan atau kejadian karena
setiap partisipan yang terlibat dalam ritual gasakda berusaha untuk memberikan pelayanan yang terakhir kepada
almarhum. Hal ini dapat dibuktikan dengan penggunaan proses material yang menduduki peringkat teratas dengan jumlah
373 (42%).
3)
Penggunaan proses relational dalam TRG sebanyak 155 atau17% dan menempati urutan kedua. Hal ini didasari dengan dua alasan, yakni; pertama, untuk memberikan atribut
atau nilai kepada almarhum sebagai bentuk rasa duka cita yang mendalam dari
keluarga. Kedua, memberikan attribute atau nilai kepada Tuhan dalam konteks
iman sebagai bentuk penghiburan dan penguatan terhadap keluarga yang
ditinggalkan.
4)
Penggunaan proses eksistensial pada TRG sebanyak 124 atau 14%. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam prosesi gasakda
sering dimunculkan hal-hal yang berhubungan dengan keadaan partisipan,
keadaan tempat, dan eksistensi diri dari masing-masing keluarga, baik itu
keluarga duka maupun kerabat lainnya yang turut berduka.
5)
Penggunaan proses mental pada TRG berjumlah 108 atau 12%. Hal ini dapat dipahami bahwa teks ini merupakan teks
kematian yang mana banyak partisipan
yang melibatkan perasaan duka ketika
menciptakan teks.
6)
Penggunaan proses perilaku dalam TRG sebesar 75 atau 8%. Hal ini dapat
diinterpretasikan karena selain mengalami peristiwa duka yang melibatkan
mental, para partisipan juga terlibat dalam aktifitas fisik sehinggga
mempengaruhi pilihan bahasa yang mereka gunakan.
7)
Penggunaannya proses verbal dalam TRG berjumlah 48 atau 5%. Hal ini dapat dipahami bahwa dalam
prosesi kematian, setiap keluarga telah mengetahui apa yang harus mereka
lakukan sehingga aktifitas dapat berjalan dengan lancar tanpa banyak pertanyaan
ataupun penjelasan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan
Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Alor. 2010. “Karakteristik
Penduduk Kabupaten Alor: Hasil Sensus Penduduk 2010”. Alor: BPS.
Eggins,
S. 1994. An Introduction to Systemic
Functional Linguistics. London: Printer Publisher.
Halliday,
M.A.K. 1973. Exploration in the Function
of Language. London: Edward Arnold.
Halliday,
M.A.K, dan Hassan R. 1985.
Language Context and Text: Aspect of
Language in a Social Semiotic Perspective. Australia: Deankin University.
Halliday, M.A.K. 1985. Spoken and Written Language. Australia: Deankin
University.
Halliday,
M.A.K. 2004. An
Introduction to Functional Grammar. London: Edward Arnold.
Sutjaya,
I Gusti Made. 2001. Grup Nomina Bahasa Indonesia: Ancangan Sistemik Fungsional.
Denpasar: UPT Penerbit Universitas Udayana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar