Senin, 15 September 2014

TRANSITIVITAS TEKS RITUAL GASAKDA



TRANSITIVITAS TEKS RITUAL GASAKDA MASYARAKAT ADAT ALOR (TRGMAA)

Oce A. Langkameng

Universitas PGRI NTT



ABSTRAK

Artikel penelitian ini mengkaji transitivitas teks ritual gasakda masyarakat adat Alor (TRGMAA). Pengkajian dilakukan dengan menggunakan teori Linguistik Sistemik Fungsional. Data dikumpulkan dengan metode observasi dan wawancara yang disertai dengan teknik rekam dan pencatatan dokumen. Selanjutnya data dianalisis dengan prosedur: (1) mentranskripsi dan memverifikasi data, (2) modifikasi teks, dan (3) analisis transitivitas. Hasil analisis menunjukkan bahwa proses material mencapai jumlah terbanyak, yakni sebesar 232 (42%). Kemudian diikuti oleh proses relasional sebanyak 108 (19%), proses mental sebanyak 84 (15%), proses perilaku sebanyak 63 (11%), proses eksistensial sebanyak 40 (7%), dan proses verbal sebanyak 33 (6%). Berdasarkan persentase tipe proses di atas, dapat di simpulkan bahwa teks ritual gasakda merupakan teks prosedural yang difokuskan pada tindakan atau kejadian.

Kata Kunci: Transitivitas, Ritual Gasakda




ABSTRACT

This article investigates the transitivity of gasakda (the old person death) ritual text of Alor traditional community. This study was conducted by using Systemic Functional Linguistics theory. The data were collected by observation and interview method especially by recording techniques. Then, the data were analyzed by using the following procedures: (1) transcription and verification of the data, (2) modifying the text, and (3) analyzing the transitivity. The results showed that material process achieved the greatest number of quantity. It was about 232 (42%), relational process was about 108 (19%), mental process was about 84 (15%), behavioural process was about 63 (11%), existential process was about 40 (7%), and verbal process was about 33 (6%). Based on the percentage of process types above, it can be concluded that the gasakda (the old person death) ritual text of Alor traditional community was the procedural text which focused on the action or activity.

Keywords: Transitivity, Gasakda Ritual



                                                                               
PENDAHULUAN

Bahasa merupakan suatu fakta sosial (language is a social fact). Sebagai fakta (realitas) sosial, bahasa digunakan masyarakat penuturnya untuk berkomunikasi dan berinteraksi dalam konteks situasi dan konteks budaya dalam suatu lingkungan.
Menurut Halliday, jalan menuju pemahaman bahasa terletak dalam kajian teks. Teks dimaknai secara dinamis, yakni sebagai bahasa yang berfungsi. Kata berfungsi memiliki makna bahwa bahasa sedang melaksanakan tugas tertentu dalam konteks dan merupakan salah satu aspek dari proses sosial (Halliday dan Hasan, 1985: 5, 1989: 13).
Teks ritual gasakda (kematian) dalam masyarakat adat Alor merupakan fenomena kebahasaan dan bagian dari proses sosial yang sangat menarik dan penting untuk dikaji dari sudut pandang linguistik, khususnya dari kajian Linguistik Sistemik Fungsional (untuk selanjutnya LSF).
Banyak aspek di dalam teks tersebut yang dapat diangkat dan dipersoalkan, yakni mulai dari pertemuan keluarga (tonih getawom “duduk omong”), jalan adat ke rumah paman (ya lasting “pergi berdiri”), menumbuk padi (teling bai), pemakaman (katai sen “kubur mayat”) dan pembagian barang-barang yang tersisa kepada keluarga terdekat (tabiah gauk “lipat kain”). Seluruh tahapan prosesi tersebut menghasilkan teks, dan setiap teks yang ada memiliki struktur teks. Jika tiap-tiap teks dirangkai menjadi satu kesatuan utuh, maka terbentuklah teks ritual gasakda (kematian) secara lengkap yang juga memiliki struktur tersendiri.
Penelitian ini difokuskan pada transitivitas teks ritual gasakda (kematian) masyarakat adat Alor. Transitivitas berkaitan realisasi pengalaman linguistik pemakai bahasa. Unit pengalaman yang sempurna direalisasikan dalam klausa yang terdiri atas (1) proses, (2) partisipan, dan (3) sirkumstan. Proses yang menuju pada aktivitas yang terjadi dalam klausa (Verba). Partisipan adalah orang atau benda yang terlibat dalam proses tersebut. Sirkumstan merupakan lingkungan tempat proses yang melibatkan partisipan terjadi. Karena inti pengalaman adalah proses, maka dalam tataran klausa, proses menentukan jumlah dan kategori partisipan. Selain itu, proses menentukan sirkumstan secara tak langsung dengan tingkat probabilitas.
Berdasarkan latar pikir di atas, masalah yang akan dibahas dalam artikel ini adalah bagaimanakah sistem transitivitas teks ritual gasakda masyarakat adat Alor?

METODE PENELITIAN

Penelitian ini mengikuti alur berpikir fenomenologi yang bersifat kualitatif sebab kerja penelitian dapat dilakukan secara fleksibel dengan mengikuti gerak atau alur suatu fenomena. Penelitian ini diadakan di Kabupaten Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Sementara itu, BK sebagai salah satu bahasa daerah yang ada di Kabupaten Alor dengan jumlah penuturnya mencapai 20.764 (Badan Pusat Statistik Kabupaten Alor, 2010). BK digunakan oleh penuturnya yang berada di tiga Kecamatan yakni; Kecamatan Alor Timur Laut (ATL), Alor Selatan (AS), dan Kecamatan Lembur. Proses ritual gasakda (kematian) ini difokuskan pada kecamatan Alor Timur Laut (ATL).
Data primer  penelitian ini berupa  data bahasa lisan dan bahasa tulis. Data lisan berupa tuturan lisan prosesi ritual gasakda (kematian) dari tahap awal sampai tahap akhir dan bahasa tulisan diperoleh dari tata ibadah pemakaman umat kristiani yang merupakan salah satu tahapan dari gasakda yakni, katai sen “kubur mayat”. Selanjutnya, data primer yang kedua adalah informasi yang diperoleh dari informan. Sementara itu, sumber data yang merupakan data skunder dari penelitian ini diperoleh dari buku-buku dan beberapa penelitian yang terkait dengan BK. Dengan demikian, data transitivitas dikumpulkan dengan metode simak (observasi) dan wawancara dengan menggunakan teknik rekam dan pencatatan dokumen. Data kemudian dianalisis dengan prosedur sebagai berikut: (1) mentranskripsi dan memverifikasi data, (2) memberikan penandaan dan (3) analisis  transitivitas berdasarkan teori LSF model Halliday (Halliday, 2004; Eggins 1994).










PEMBAHASAN

Konsep Transitivitas
              Transitivitas adalah sistem gramatikal struktur klausa yang merealisasikan makna ideasional/eksperiensial. Sistem ini dapat digambarkan sebagai   siapa melakukan sesuatu kepada siapa, kapan, di mana, mengapa atau bagaimana berfungsi” (Lih. Halliday, 2004). Istilah transitivitas merupakan konsep semantik karena berupaya menjelaskan atau memaparkan makna pengalaman linguistik (fungsi eksperiensial). Pilihan transitivitas berkaitan erat dengan dimensi medan teks.
              Struktur transitivitas pada sebuah kalusa meliputi tiga konstituen, yakni; proses, partisipan, dan sirkumstan. Unsur proses direalisasikan oleh grup verbal dari klausa dan unsur partisipan direalisasikan dalam grup nominal. Sementara unsur sirkumstan direalisasikan dalam grup adverbial dan frasa preposisi (Eggins, 1994:229). Proses merupakan bagian utama dalam transitivitas. Sementara itu, partisipan dan sirkumstan hadir sesuai kebutuhan perbuatan, kejadian, dan keadaan (proses). Berikut ini adalah unsur proses yang digunakan pada ritual gasakda masyarakat adat Alor.

Tabel 1.  Transitivitas dalam TRGMAA
Tipe Proses
TRG I
TRG II
TRG III
Proses material
118
132
123
Proses mental
30
40
38
Proses perilaku
19
24
32
Proses verbal
15
18
15
Proses relasional
46
52
57
Proses eksistensial
38
44
42
Jumlah
266
310
307
Jumlah Klausa
266
310
307



Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa masing-masing TRG menggunakan proses yang berbeda-beda.  Transitivitas TRGMAA didominasi oleh proses material. Kemudian, diikuti oleh proses relasional, eksistensial, mental, perilaku, dan verbal. Berikut ini disajikan persentase pemakaian proses dalam TRG secara keseluruhan.

Tabel 2.  Persentase pemakaian proses dalam TRGMAA
Peringkat
Proses
Jumlah
%
I
Proses material
373
42
II
Proses relasional
155
17
III
Proses eksistensial
124
14
IV
Proses mental
108

12
V
Proses perilaku
75
8
VI
Proses verbal
48
5
Jumlah
883
100%

Persentase jumlah proses yang tertera pada tabel 2 diatas memberikan petunjuk bahwa penggunaan proses material pada TRGMAA menduduki peringkat teratas dengan jumlah 373 (42%). Urutan kedua diduduki oleh proses relasional dengan jumlah 155 (17%). Selanjutnya, diikuti oleh proses eksistensial yang berjumlah 124 (14%), proses mental berjumlah 108 (12%), proses perilaku berjumlah 75 (8%), dan proses verbal berjumlah 48 (5%). Berikut ini adalah data dari setiap tipe proses yang digunakan dalam TRGMAA.

Ciri Semantik Unsur Proses dalam TRG
            Proses Material
Proses material adalah proses yang menggambarkan seseorang melakukan sesuatu (process of doing ) atau terjadinya sesuatu (happening) tindakan yang nyata. Proses ini paling banyak digunakan pada setiap tahapan dalam TRG mulai dari tonih getawow sampai pada tabiah gauk. Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa teks ini merupakan teks prosedural yang difokuskan pada tindakan atau kejadian karena setiap partisipan yang terlibat dalam ritual gasakda berusaha untuk memberikan bentuk pelayanan untuk terkahir kalinya kepada almarhum.



Pada umumnya proses material memiliki dua partisipan, yakni partisipan I disebut actor dan partisipan II disebut goal.  Actor adalah orang atau benda yang melakukan aksi atau tindakan. Sementara itu, goal merupakan orang atau benda yang menerima proses atau dengan kata lain tempat dimana proses ditujukan.
Proses material digunakan secara beragam TRG. Keberagaman tersebut tampak dengan hadir atau tidaknya unsur partisipan dan sirkumstan yang diikat oleh proses berdasarkan konteks di dalam setiap klausa. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dalam data berikut ini.
1.an bang te nal me’ya  nepa ge ariala sue ge’ne  ge’kate (TRG 3, No 20)
an bangte
nal
me’ya
nepa ge ariala
sue ge’ne  ge’kate
itu yang
saya
bawa kasi
saya punya bapak  punya tamu
datang dia makan minum
Goal
Actor
Pr: Material
Recipient
Circ: Cause
(itu yang saya bawakan untuk makan minum tamunya bapak yang datang melayat)
2.nal itolinga me’en (TRG 3, No. 7)
nal
itolinga
me
en
saya
bagianmu
kasi
kamu
Actor
Goal
Pr: Material
Recipient
(saya memberikan kamu bagian/jatahmu)

Kedua klausa di atas terlihat berbeda dari segi strukturnya. Unsur proses pada contoh 1 dapat menghadirkan partisipan dan sirkumstan yang menyatakan alasan (cause) untuk memberikan penjelasan tambahan terhadap informasi yang disampaikan. Sementara unsur proses pada contoh 2 hanya menghadirkan partisipan saja dan tidak menghadirkan unsur sirkumstans. Hadir dan tidaknya unsur sirkumstan pada kedua klausa tersebut karena konteks yang melatarinya. Namun, kedua klausa di atas juga memiliki jumlah partisipan yang sama, di mana unsur proses dari kedua klausa tersebut dapat menghadirkan tiga partisipan.
Kata me’ya “kasi datang” yang adalah verba serial dan kata me “kasi/berikan” mampu menghadirkan partisipan  nal “saya” sebagai actor, partisipan anbang te “itu” dan itolinga “bagian/jatahmu” sebagai goal, serta partisipan nepa ge ariala “para tamu”, dan en “kamu” sebagai recipient atau penerima manfaat dari proses yang terjadi.


3.lamisakal siletei (TRG 1, No. 49)
lamisak kal
si
letei
orang tua itu
kita
meninggalkan
Actor
Goal
Pr: Material
(orang tua itu meninggalkan kita)
4.bila tiba saatnya kutinggalkan dunia (TRG 1, No. 68)
     bila
tiba saatnya
ku
tinggalkan
dunia

Circ: location/time
actor
Pr: material
Goal

5.Tuhan sudah bri janjiNya (TRG 3, No. 70)
Tuhan
sudah 
bri
janjiNya
actor

Pr: material
Range



Ketiga klausa di atas menunjukkan bahwa terdapat dua partisipan yang dihadirkan oleh proses. Kata letei “meninggalkan” (contoh 3) tinggalkan (contoh 4), dan bri (contoh 5) merupakan unsur proses yang mengikat partisipan  lamisak “orang tua”, ku, dan Tuhan, yang berperan sebagai actor. Namun, partisipan di mana proses ditujukan (goal) hanya untuk contoh 3 dan 4. Sementara untuk contoh nomor 5 bukan goal, tetapi disebut dengan range. Partisipan ini merupakan perluasan dari proses. Hal ini dapat dibandingkan dengan contoh klausa Kadek telah bri Ayu uang. Pada klausa bri uang dan bri janji terlihat berbeda secara semantik.
6.lammi, nepa silang sai kapela midima (TRG 1, No. 14)
lammi,
nepa
silang sai
kapela midima
paman,
bapak saya
turun tidur
ditempat tidur

Actor
Pr: Material
Circ: Loc
(paman, bapak saya sudah meninggal)
7.krung almang bai mi mesilang (TRG 1, No. 6)
krung
almang bai mi
mesilang
wota
Gong pusaka
didalam gudang adat
kasi turun
pukul
Goal
Circ: Loc
Pr: Material
Circ: Cause
(turunkan gong pusaka dari gudang untuk dipukul)

Pada kedua data di atas ditemukan bahwa unsur proses dapat menghadirkan partisipan dan sirkumstan dalam klausa. Pada data tersebut dapat dijelaskan pula bahwa hanya terdapat satu partisipan yang dihadirkan oleh proses. Kata gasakdang “meninggal” pada contoh No. 6 merupakan unsur proses yang mengikat partisipan nepa “bapak saya” sebagai actor. Sementara itu, pada contoh No. 7, kata me’silang  “kasi turun” yang adalah verba serial, merupakan unsur proses yang mengikat partisipan krung “gong” sebagai goal dan terjadi pelesapan pada actor. Selanjutnya, unsur sirkumstan yang dihadirkan oleh proses pun berbeda. Pada contoh no. 6, terdapat satu unsur sirkumstan yang diwajibkan hadir dalam klausa, yakni sirkumstan yang menyatakan tentang lokasi atau tempat, sementara pada contoh no. 7, terdapat dua unsur sirkumstan, yakni unsur sirkumstan yang menyatakan tempat atau lokasi dan yang menyatakan alasan atau sebab.    
                       
         Proses Relasional
Proses relasional menempati urutan kedua dalam hal pemakainnya di dalam TRG. Proses relasional ini berkaitan dengan hubungan antara partisipan yang satu dengan yang lain. Hubungan ini bisa bersifat memberikan atribut atau memberikan nilai terhadap partisipan pertama. Ada dua alasan yang dapat dijelaskan terkait dengan pemakaian proses relasional dalam teks RTG yakni; pertama, untuk memberikan atribut atau nilai kepada almarhum sebagai bentuk rasa duka cita yang mendalam dari keluarga. Kedua, memberikan attribute atau nilai kepada Tuhan dalam konteks iman sebagai bentuk penghiburan dan penguatan terhadap keluarga yang ditinggalkan.
Partisipan dalam proses relasional atributif ialah carrier dan attribute. Carrier (pembawa) yaitu partisipan yang diberi atribut, dan attribute dapat berupa partisipan (yang direalisasikan dalam kata atau frasa benda), keadaan atau sifat atau keberadaan.  Sementara itu, partisipan dalam proses relasional identifikasi meliputi token dan value. Token adalah sesuatu yang diberi nilai. Sementara itu, value adalah nilai sesuatu tersebut. Penjelasan selanjutnya dapat dilihat dalam data berikut ini.
8.alak eng kulmi kang borang (TRG 2, No. 38)
alak
eng
kul mi kang borang
engkau
adalah
paling baik dari semua
Carrier
Pr: Intensive
Attribute
(engkau adalah yang terbaik dari semua)
9.supaya kami juga menjadi setia dan teguh (TRG 1, No. 84)
supaya
kami juga
menjadi
setia dan teguh

Carrier
Pr: intensive
Attribute
10.  Yesus adalah batu karang yang teguh (TRG 1, No. 72)
Yesus
adalah
batu karang yang teguh
Token
Pr: Intensive
Value



11.  kematian merupakan misteri yang sulit dipahami, (TRG 3, No. 17)
kematian
merupakan
misteri yang sulit dipahami
token
Pr: intensive
value



12.  karena Engkaulah yang empunya kuasa sampai selama-lamanya (TRG 1, No. 221)
karena
Engkaulah yang
empunya
kuasa
sampai selama-lamanya

Token/possessor
Pr: Intensive
Value
Circ: Extent
13.  serangan itu tidak membuat dia menjadi gentar (TRG 2, No. 198)
serangan itu
tidak membuat
dia
Menjadi
gentar
Agen/attributor
Pr: Causative
Carrier
Pr: Intensive
Attribute

Contoh No. 8-13 menunjukkan proses relasional. Pada contoh 8 dan 9 merupakan proses relasional atributif. Kata eng “adalah” dan menjadi adalah unsur proses yang menghadirkan partisipan engkau dan kami berfungsi sebagai carrier atau pembawa untuk diberikan atribut.  Contoh 10 dan 11 merupakan proses relasional identifikasi, di mana kata adalah dan merupakan  berfungsi sebagai token untuk diberikan nilai. Selanjutnya dapat dijelaskan pula bahwa proses relasional dapat menunjukkan hubungan kausatif dan posesif. Hal ini dapat diamati dalam data nomor 12 dan 13. Kata empunya pada contoh 12 merupakan unsur proses yang menunjukkan kebermilikan (possession). Unsur proses ini menghadirkan partisipan Engkau yang merujuk kepada Tuhan sebagai pemilik (possessor) kuasa dan partisipan kuasa berfungsi sebagai nilai atau value yang merupakan termilik (possessed). Selanjutnya, pada contoh 13, menunjukkan hubungan kausatif. Unsur kausatif ini dinyatakan lewat kata tidak membuat dengan menghadirkan partisipan serangan itu  (agen/attributor) sebagai sebagai inisiator atau yang menyebabkan partisipan dia (carrier) memperoleh atribut.

         Proses Eksistensial
Proses eksistensial menempati urutan ketiga dalam hal pemakainnya di dalam TRG Proses ini merupakan proses yang menunjukkan adanya sesuatu. Apabila dihubungkan dengan TRG, keberadaan yang dimaksud menyangkut kejadian, keadaan tempat, eksistensi diri dari sang Tuhan dalam kehidupan manusia, serta eksistensi diri dari masing-masing keluarga, baik itu keluarga duka maupun kerabat lainnya yang turut berduka. Untuk penjelasan lebih lanjut dapat dilihat dalam data berikut ini.
14.  nepa ela, lamisak ako  ma’tta (TRG 1, No. 1)
nepaela,
lamisak
ako
m’atta
paman,
orang tua
ada
sakit

Existent
Pr: Existential
Circ: Matter
(paman, orang tua ada sakit)
15.  ada kebangkitan orang mati di seberang kematian (TRG 2, No. 51)
ada
kebangkitan orang mati
di seberang kematian
Pr: Existential
Existent
Circ: Loc
16.  lahir dari anak dara Maria (TRG 2, No. 232)
lahir
dari anak dara Maria,
Pr: Existential
Existent

17.  Ansak ye a sai ne gona (TRG 1, No. 23)
Ansak ye a sai
ne
gona
ansak punya padi lumbung
saya
tidak ada
Existent
Pr: Existential
(saya tida ada/punya padi lumbungnya Ansak)

Contoh 14-17 menunjukkan struktur yang berbeda. Perbedaan struktur tersebut dapat diketahui dari dihadirkan atau tidaknya unsur sirkumstans oleh proses. Unsur proses pada contoh 14 dan 15 dapat menghadirkan unsur sirkumstans yang masing-masing unsur tersebut menyatakan tentang hal dan lokasi, sementara itu pada contoh 16 dan 17 unsur sirkumstans tidak dihadirkan dalam klausa. Namun, keempat klausa tersebut memiliki jumlah partisipan yang sama, yakni hanya satu partisipan yang dinamakan existent. Unsur proses ako “ada”, ada, lahir, dan gona “tidak ada” dapat menghadirkan partisipan lamisak “orang tua”, kebangkitan orang mati, dari anak dara Maria, dan Ansak ye a sai “Ansak punya padi lumbung” yang berfungsi sebagai existent.

         Proses Mental
Proses mental menempati urutan ketiga dalam hal pemakainnya di dalam TRG. Hal ini mudah dipahami karena teks ini merupakan teks kematian yang  mana banyak partisipan yang  melibatkan perasaan duka ketika menciptakan teks. Proses mental  merupakan proses berpikir (kognitif), mengindera (perseptif), dan merasa (afektif). Proses mental kognitif berkaitan dengan penggunaan otak, seperti berpikir, memahami. Proses mental perseptif bertalian dengan penggunaan indera untuk berproses, seperti melihat, mendengar, merasa dengan (lidah, dan kulit), sedangkan proses mental afektif berhubungan dengan perasaan atau hati, seperti mencintai, membenci, menyukai, tidak suka.
Partisipan proses mental ada dua, yaitu pengindera (senser) dan fenomena (phenomenon). Pengindera (senser) adalah orang yang berpikir atau yang mengindera, atau yang merasa, sedangkan yang dipikir atau yang dirasa atau yang diindera disebut fenomena (phenomenon). Penjelasan selanjutnya dapat dilihat dalam data berikut ini.
18.  dengan nasihat-Mu Engkau menuntun aku (TRG 1, No. 80)
dengan nasihatMu
Engkau
menuntun
Aku
Circ: manner
senser
Pr: mental
phenomenon


19.  esul eking kang pang bei ni yopan sina le (TRG 2, No. 35)
esul eking kang pang bei
ni
yopan sina le
budi baik, hati baik kamu itu
kami
tidak lupa
Phenomenon
Senser
Pr: Mental
(kami tidak melupakan kebaikanmu)

Pada kedua klausa di atas tampak bahwa unsur proses pada klausa nomor 18 dapat menghadirkan unsur partisipan dan sirkumstan, sementara itu pada contoh 19 hanya terlihat unsur partisipan saja yang dihadirkan oleh proses. Namun, kedua klausa tersebut memiliki jumlah partisipan yang sama, yakni senser dan phenomenon. Kata menuntun dan yopan sina le “tidak lupa” merupakan unsur proses yang masing-masing menghadirkan partisipan  Engkau dan ni “kami”, berfungsi sebagai senser dan juga partisipan aku dan esul eking kang pang bei “kebaikanmu”, sebagai phenomenon.
Selain menghadirkan dua partisipan, dalam konteks tertentu proses mental hanya dapat menghadirkan satu partisipan saja. Dengan demikian, dapat terjadi pelesapan pada salah satu partisipan, misalnya melesapkan senser (lih. data No 20 dan 21) atau melesapkan phenomenon (lih. Data No 22 dan 23).
20.  dan merenungkan Firman kebenaranMu (TRG 1, No. 113)
dan
merenungkan
Firman kebenaranMu

Pr: Mental
Phenomenon
21.  kasihNya dirasakan amat penuh (TRG 1, No. 206)
kasihNya
dirasakan
amat penuh
Phenomenon
Pr: Mental
Circ: Manner
22.  didekat-Mu, aku merasa seperti hewan (TRG 1, No. 77)
di dekatMu
aku
merasa
seperti hewan
Circ: Loc
Senser
Pr: Mental
Circ: Matter
23.  bagi kami yang mendengar TRG 3, No. 118)
bagi
kami yang
mendengar

Senser
Pr: Mental


Contoh 20-23 menunjukkan terjadinya pelesapan pada salah satu partisipan dari proses mental. Kata merenungkan dan dirasakan (no. 20 dan 21), merupakan unsur proses yang menghadirkan partisipan Firman kebenaranMu dan kasihNya yang berfungsi sebagai phenomenon. Terjadinya pelesapan partisipan yang berperan sebagai senser tersebut tidak mempengaruhi makna dari informasi yang disampaikan. Contoh 20 merupakan  klausa aktif dan pelesapan dilakukuan hanya untuk menghidari adanya pengulangan pada senser karena telah disebutkan sebelumnya. Sementara itu, contoh 21, merupakan bentuk klausa pasif sehingga kehadiran partisipan yang berfungsi sebagai senser bersifat opsional. Selanjutnya, pada contoh 22 dan 23, kata merasa dan mendengar merupakan unsur proses. Unsur ini menghadirkan partisipan aku dan kami yang berfungsi sebagai senser. Terjadinya pelesapan pada phenomenon semata-mata hanya dikarenakan pada konteks yang melatarinya dan tidak mempengaruhi makna dari informasi tersebut.

         Proses Perilaku
Proses perilaku yang secara semantik merupakan gabungan atau perpaduan antara proses mental dan proses material. Proses ini mengekspresikan bentuk tindakan yang berhubungan dengan psikologi para pelibat teks. Terkait dengan penggunaannya di dalam TRG, proses ini juga banyak digunakan oleh para partisipan dalam menciptakan teks, sehingga proses ini menempati urutan keempat terbanyak. Hal ini dapat dipahami karena TRG merupakan peristiwa duka  sehingga banyak melibatkan tindakan atau perilaku yang berhubungan dengan psikologi atau mental dari para partisipan.
Sebagian besar proses perilaku hanya memiliki satu partisipan yang sifatnya wajib hadir dan dinamakan behaver. Dari pernyataan ini, dapat dimunculkan pertanyaan bahwa apakah proses perilaku hanya bisa menghadirkan atau mengikat satu partisipan saja? Pertanyaan tersebut dapat terjawab berdasarkan data berikut ini.



24.  indahnya saatnya kita jumpa di kota  permai (TRG 1, No. 102)
indahnya
saatnya
kita
jumpa
di kota permai

Circ: Extent
Behaver
Pr: Behavioural
Circ: Loc
25.  kita berbahagia karena segala perbuatan kita menyertai kita (TRG 3, No. 216)
kita
berbahagia
karena segala perbuatan kita menyertai kita
Behaver
Pr: Behavioural
Circ: Cause



26.  nal maonong gafah te (TRG 1, No. 27)
nal
maunong
gafah
Te
saya
selimut maunong
cari
Dulu
Behaver
Phenomenon
Pr: Behavioural

(saya cari selimut maunong dulu)
27.  namun hidup kekal akan menghibur kita
namun,
hidup kekal
akan
menghibur
kita

Behaver

Pr: Behavioural
phenomenon

Data no. 24 dan 25 menunjukkan bahwa unsur proses dapat menghadirkan unsur partisipan dan sirkumstan yang menyatakan tentang lokasi dan sebab atau alasan. Kata jumpa dan berbahagia merupakan unsur proses dan masing-masing menghadirkan satu partisipan yakni kita yang berfungsi sebagai behaver.  Namun, pada contoh 26 dan 27 terlihat bahwa proses ga’fah “cari” dan menghibur dapat menghadirkan dua partisipan. Sehingga partisipan pertama dinamakan behaver dan partisipan kedua disebut sebagai phenomenon.  Selain itu, ditemukan juga bahwa proses perilaku juga memiliki sebuah partisipan yang disebut sebagai jangkauan atau perluasan dari proses. Bilamana dalam proses material terdapat range yang merupakan perluasan dari proses (restatement of process), maka proses perilaku juga memiliki partisipan behavior yang adalah perluasan dari proses. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh data berikut ini. 
28.  dan orang-orang yang bernapaskan kelaliman (TRG 2, No. 184)
dan
orang-orang yang
bernapaskan
kelaliman

Behaver
Pr: Behavioural
Behaviour

29.  kami menikmati pemberian hidup  (TRG 3, No. 104)
kami
menikmati 
pemberian hidup
Behaver
Pr: Bahvioral
Behaviour




Data no. 28 dan 29 di atas dapat dijelaskan bahwa terdapat dua partisipan yang dihadirkan oleh proses. Partisipan yang pertama masing-masing  diperankan oleh orang-orang dan kami, disebut sebagai behaver. Sementara itu, partisipan kedua yang diperankan oleh kelaliman dan pemberian hidup bukan sebagai phenomenon, melainkan disebut sebagai behavior. Hal tersebut sangat beralasan karena partisipan ini bukan sebagai tindakan psikologis yang ditujukan oleh proses, melainkan perluasan dari proses itu sendiri. Secara semantis, proses bernapaskan pada contoh 28 memiliki makna mengandung atau memiliki sifat kelaliman dan bukan mengeluarkan napas seperti pada klausa ikan hiu bernapaskan paru-paru. Selanjutnya pada contoh 29, secara semantis akan terlihat berbeda antara klausa menikmati pemberian hidup dan menikmati semangkuk sup buntut.

         Proses Verbal
Proses verbal adalah proses yang menggunakan tindakan dalam bentuk verbal (saying) yang sering direalisasikan dengan berkata, bertanya, menceritakan. TRG merupakan sebuah teks yang sangat bervariasi karena adanya perpaduan antara teks lisan dan tulisan dalam tahapannya. Walaupun sebagian TRG menggunakan sarana lisan, namun proses verbal menunjukkan persentase yang sangat kecil berkaitan dengan penggunaannya dalam TRG. Hal ini dapat dipahami bahwa dalam peristiwa duka, setiap keluarga telah mengetahui apa yang harus mereka lakukan sehingga aktifitas dapat berjalan dengan lancar tanpa banyak pertanyaan ataupun penjelasan.
Proses verbal secara khas terdiri atas tiga partisipan, yakni: sayer, receiver dan verbiage. Sayer adalah partisipan yang bertanggung jawab dalam proses verbal. Reciever adalah partisipan yang menjadi tujuan proses verbal ditujukan. Verbiage adalah pernyatan nominal dari proses verbal. Perhatikan data berikut ini.
30.  Allah Bapak Yang Maha Kuasa memanggil saudara kita ini dari kehidupan didunia ini, (TRG 2, No. 9)
Allah Bapak yang Maha Kuasa
memanggil
saudara kita ini
dari kehidupan di dunia
Sayer
Pr: verbal
receiver
Verbiage








31.  mat, gallomung bo kila same taweng simi tasama ba (TRG 1, No. 1)
mat,
gal
lomung bo
kila same taweng simi tasama ba
tetapi
Dia
omong bilang
turun-temurun kita tetap baku sayang

Sayer
Pr: Verbal
Verbiage
(tetapi, engkau mengatakan bahwa turun temurun kita harus tetap saling menyayangi)
32.  namun, hidup kekal yang dijanjikan kepada kita (TRG 1, No. 4)
namun,
hidup kekal yang
dijanjikan
kepada kita

Verbiage
Pr: verbal
Receiver
33.  Aku memuji Tuhan (TRG 2, No. 12)
aku
memuji
Tuhan
sayer
Pr: verbal
receiver
34.  dijanjikan perhentian dirumah yang baka (TRG 1, No. 5)
dijanjikan
perhentian
di rumah yang baka
Pr: Verbal
Verbiage
Circ: Loc
35.  Firman Tuhan yang menguatkan hati kita telah diberitakan (TRG 2, No. 10)
Firman Tuhan yang menguatkan hati kita
telah
telah diberitakan
Verbiage

Pr: Verbal

Contoh  30 - 35 di atas tampak bahwa partisipan yang dihadirkan oleh proses verbal sangat bervariasi. Pada contoh 30, proses verbal memanggil mampu menghadirkan tiga partisipan dalam klausa. Partisipa I adalah Allah Bapak yang Maha Kuasa yang berfungsi sebagai sayer, diikuti oleh receiver (saudara kita ini) sebagai partisipan kedua, dan partisipan ketiga adalah dari kehidupan di dunia yang berfungsi sebagai verbiage.
Selanjutnya, contoh 31-33 menunjukkan bahwa proses verbal menghadirkan dua partisipan dalam setiap klausa. Proses lomung bo “omong bilang” pada contoh 31 menghadirkan gal “dia” sebagai sayer (I) dan kila same taweng simi tasama ba turun-temurun kita tetap baku sayang” sebagai verbiage (II) dan terjadi pelesapan pada receiver. Pada contoh 32 tampak ada pelesapan pada sayer. Proses dijanjikan dapat mengikat partisipan hidup kekal yang sebagai verbiage dan partisipan kepada kita sebagai receiver. Contoh 33, kata memuji menghadirkan aku sebagai sayer (I) dan Tuhan sebagai receiver (II) dan terjadi pelesapan pada verbiage.
Sementara itu, pada contoh 34 dan 35 hanya terdapat satu partisipan yang dihadirkan oleh proses verbal dalam setiap klausa. Kata dijanjikan dan diberitakan yang adalah proses verbal hanya menghadirkan partisipan perhentian dan Firman Tuhan yang menguatkan hati kita sebagai verbiage sedangkan sayer dan receiver dilesapkan.

SIMPULAN
1)      Transitivitas merupakan konsep semantik karena berupaya menjelaskan atau memaparkan makna pengalaman linguistik (fungsi eksperiensial). Transitivitas berpusat pada unsur proses, dengan demikian proses merupakan bagian utama dalam transitivitas. Sementara itu, partisipan dan sirkumstan hadir sesuai kebutuhan dari proses.
2)      Teks ritual gasakda masyarakat adat Alor (TRGMAA) merupakan teks prosedural yang difokuskan pada tindakan atau kejadian karena setiap partisipan yang terlibat dalam ritual gasakda berusaha untuk memberikan pelayanan yang terakhir kepada almarhum. Hal ini dapat dibuktikan dengan penggunaan proses material yang menduduki peringkat teratas dengan jumlah 373 (42%).
3)      Penggunaan proses relational dalam TRG sebanyak 155 atau17% dan menempati urutan kedua.  Hal ini didasari dengan dua alasan, yakni; pertama, untuk memberikan atribut atau nilai kepada almarhum sebagai bentuk rasa duka cita yang mendalam dari keluarga. Kedua, memberikan attribute atau nilai kepada Tuhan dalam konteks iman sebagai bentuk penghiburan dan penguatan terhadap keluarga yang ditinggalkan.
4)      Penggunaan proses eksistensial pada TRG sebanyak 124 atau 14%. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam prosesi gasakda sering dimunculkan hal-hal yang berhubungan dengan keadaan partisipan, keadaan tempat, dan eksistensi diri dari masing-masing keluarga, baik itu keluarga duka maupun kerabat lainnya yang turut berduka.

5)      Penggunaan proses mental pada TRG berjumlah 108 atau 12%. Hal ini dapat dipahami bahwa teks ini merupakan teks kematian yang  mana banyak partisipan yang  melibatkan perasaan duka ketika menciptakan teks.
6)      Penggunaan proses perilaku dalam TRG sebesar 75 atau 8%. Hal ini dapat diinterpretasikan karena selain mengalami peristiwa duka yang melibatkan mental, para partisipan juga terlibat dalam aktifitas fisik sehinggga mempengaruhi pilihan bahasa yang mereka gunakan.
7)      Penggunaannya proses verbal dalam TRG berjumlah 48 atau 5%. Hal ini dapat dipahami bahwa dalam prosesi kematian, setiap keluarga telah mengetahui apa yang harus mereka lakukan sehingga aktifitas dapat berjalan dengan lancar tanpa banyak pertanyaan ataupun penjelasan.  

DAFTAR PUSTAKA


Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Alor. 2010. Karakteristik Penduduk Kabupaten Alor: Hasil Sensus Penduduk 2010. Alor: BPS.
Eggins, S. 1994. An Introduction to Systemic Functional Linguistics. London: Printer Publisher. 
Halliday, M.A.K. 1973. Exploration in the Function of Language. London: Edward Arnold.
Halliday, M.A.K, dan Hassan R. 1985. Language Context and Text: Aspect of Language in a Social Semiotic Perspective. Australia: Deankin University.
Halliday, M.A.K. 1985. Spoken and Written Language. Australia: Deankin University.
Halliday, M.A.K. 2004. An Introduction to Functional Grammar. London: Edward Arnold.
Sutjaya, I Gusti Made. 2001. Grup Nomina Bahasa Indonesia: Ancangan Sistemik Fungsional. Denpasar: UPT Penerbit Universitas Udayana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar